Arsip

Archive for Maret, 2012

MENDESAIN PENDIDIKAN ISLAM

Chamidah
Oleh : Nurchamidah*

Dewasa ini, pendidikan Islam sedang dihadapkan pada tantangan yang jauh lebih berat dari masa permulaan penyebaran Islam. Pendidikan Islam telah mengalami degradasi yang sangat tajam. Problem yang dihadapai umat Islam, semakin kompleks. Terutama stagnasi dalam hal pendidik dan pendidikan Islam.
Pendidikan mempunyai banyak arti. Dalam bahasa Arab, istilah pendidikan populer dengan kata ta’lim, tarbiyyah, dan ta’dib. Yang walau berbeda kata, akan tetapi mempunyai substansi arti yang sama. Dalam kamus kontemporer Bahasa Indonesia, pendidikan diartikan sebagai proses pengubahan cara berfikir atau tingkah laku dengan cara pengajaran, penyuluhan, dan latihan proses mendidik (Peter dan Penny, 1991: 353). Jadi pendidikan Islam adalah suatu sistem pembimbingan terhadap masyarakat atau komunitas yang bertujuan untuk meningkatkan kualitas intelektual Imuwan Islam dan melahirkan pendidik Islam yang berkualitas tinggi. Sehingga akan berdampak positif terhadap kemajuan Islam.
Meskipun kependidikan Islam telah banyak dibahas oleh para ahli pendidikan, namun masih sedikit yang mengkaji pemikiran tokoh tentang pendidikan Islam. Mereka lebih mengorientasikan tentang kependidikan Islam pada materinya saja, tanpa menyebutkan strategi atau langkah menuju majunya Islam. Padahal, banyak tokoh pembaru Islam yang sangat populer tentang cara pemikiranya. Salah satunya adalah Fazlur Rahman, yaitu tokoh pemikiran pembaruan Islam, yang banyak mengeluarkan karya tulisnya, tentang metode-metode pembelajaran pendidikan Islam dan juga menyajikan cara mengatasi problematika pendidikan Islam masa kini.
Menurut Fazlur Rahman, meskipun telah dilakukan usaha-usaha pembaharuan Pendidikan Islam, namun dunia pendidikan Islam masih saja dihadapkan pada beberapa problema. (Rahman, 1984: 86). Sehingga kependidikan Islam sangat sulit untuk maju dengan pesat. Berdasarkan pemikiran Fazlur Rahman, hal yang berpengaruh pada pendidikan Islam adalah peran Pendidik (Mu’alim). Pendidik bagaikan cahaya untuk peserta didiknya. Pendidik harus mampu memberikan ilmu sebagai penerang bagi dirinya sendiri serta anak didiknya. Maka, agar tujuan pendidikan Islam bisa tercapai, diperlukan pendidik yang berbasis Islam, kreatif dan mahir dalam bidangnya, sekaligus mampu menafsirkan hal-hal lama dalam substansi terkini atau gaya baru. Sehingga, akan mampu membentuk karakter Islam yang kuat dan jiwa kepemimpinan Islam yang tinggi.
Problematika pendidikan khususnya stagnasi pendidikan Islam telah melanda hampir semua negara Islam di dunia. Untuk mengatasi kemandegan itu, diperlukan usaha-usaha yang maksimal. pertama, merekrut calon anak didik baru yang mempunyai bakat lebih. Anak didik tersebut tidaklah harus multitalent, minimal, mereka mempunyai kelebihan dalam bidang keagamaan seperti fiqih, tafsir, filsafat, dan sebagainya. Langkah ini harus cepat dijalankan, karena hampir semua pelajar yang memasuki dunia pendidikan Islam adalah mereka yang gagal dalam kompetisi di lembaga pendidikan non-Islam.
Kedua, Mengangkat atau menyeleksi anak didik lulusan lembaga pendidikan Islam (madrasah) yang cerdas, kemudian mempersiapkan anak didik yang cerdas untuk dikirim ke luar negeri, dengan tujuan untuk mempelajari sistem pendidikan modern, serta kebudayan-kebudayaan negara Barat (oksidentalisme). Sehingga setelah kembali ke negeri asalnya, mereka dapat merubah sistem pendididikan Islam, mulai dari kurikulum sampai sistem peengajaran yang sesuai dengan perkembangan zaman.
Ketiga, mengangkat para pendidik yang ahli dalam berbagai bidang. Mulai dari bahasa Arab, bahasa Inggris, ahli hadits sampai ahli dalam bidang filsafat. Hal ini juga sekaligus memberi peluang bagi lulusan universitas non Islam untuk menjadi pendidik dalam bidang keilmuan non-Islam. Yang dengan itu, diharapkan antara ilmu ke-Islamam dengan ilmu umum dapat saling melengkapi.
Keempat, menggiatkan para pendidik untuk melahirkan karya-karya yang kreatif dan imajinatif. seperti menulis buku dan karya-karya yang lain. Dengan mempunyai karya, secara tidak langsung anak didiknya akan mengetahui pemikiran pendidik melalui karyanya.
Melalui langkah tersebut diatas. Diharapkan pendidkan Islam dapat melahirkan pendidik dan anak didik yang Islami, mampu melahirkan intelektual muslim yang betanggungjawab penuh atas kemajuan pendidikan Islam. Melalui pendidik yang kreatif dan berkualitas, diharapkan juga akan menambah jumlah anak didik untuk mempelajari Islam tanpa merasakan bosan dan jenuh.

*Mahasiswi Fakultas Tarbiyah IAIN Walisongo Semarang
Peserta Program Pendidikan Politik Kebangsaan Di Monash Istitute
& Pegiat pada Forum Pembangunan Peradaban Bangsa(FPPB)
Kader HMI Komisariat Tarbiyah

Kategori:Tulisan kader

Revolusi Kurikulum Pendidikan Nasional

Maret 6, 2012 4 komentar

Nur Faidatun (kiri)
Oleh : Nur Faidatun Naimah*

Dalam UU Nomor 2 tahun 1989, telah menyebutkan bahwa pendidikan merupakan usaha sadar untuk menyiapkan peserta didik melalui kegiatan bimbingan, pengajaran, dan atau latihan bagi peranannya di masa datang. Di era globalisasi ini, ilmu pengetahuan menghendaki dasar-dasar pendidikan yang kokoh dan penguasaan kemampuan yang terus menerus. Jika hal ini tidak dapat terpenuhi dengan baik, maka pendidikan nasional tidak akan mampu menjalankan fungsinya untuk mencetak generasi yang berkualitas bagi negara. Padahal, negara menaruh harapan yang sangat besar di pundak para generasi muda.
Melihat pendidikan nasional merupakan pilar utama dalam mencetak generasi muda yang berkualitas. Maka, baik atau buruk suatu bangsa, tergantung pada kualitas generasi mudanya. Karena merekalah yang nantinya akan memimpin bangsa ini, menggantikan para pemimpin yang sedang berkuasa saat ini. Jika suatu negara memiliki generasi yang handal serta berdaya saing tinggi, maka bukan tidak mungkin negara tersebut akan menjadi negara yang makmur serta memiliki pengaruh yang besar bagi perkembangan dunia internasional.
Salah satu hal yang mampu menjembatani terealisasinya hal tersebut, adalah dengan melakukan` revolusi kurikulum pendidikan nasional. Menurut beberapa penelitian, kurikulum pendidikan yang ada saat ini belum mampu mengadvokasi kebutuhan serta potensi peserta didik. Pasalnya, sebagian besar kurikulum tersebut, tidak sesuai dengan disiplin ilmu yang dibutuhkan dan cenderung mengulang-ulang materi yang pernah disampaikan di semester atau kelas sebelumnya.
Ketidakmampuan kurikulum dalam menjalankan fungsinya, nyatanya telah menciptakan bumerang bagi eksistensi Indonesia di kancah internasional. Misalnya, Indonesia masuk golongan negara yang memiliki daya saing serta SDM yang rendah.
Menurut IMD (2000), dalam hal daya saing, Indonesia menduduki peringkat ke-45 dari 47 negara. Padahal, jika kita tengok Negara tetangga, seperti Singapura, Malaysia, dan Thailand masing-masing berada pada urutan ke-2, 25, dan 23. Sedangkan, daya saing itu ditentukan oleh mutu SDM. Sayangnya, dalam hal SDM, Indonesia juga masih berada pada peringkat bawah, yaitu 46.
Hasil survey tersebut menunjukkan, bahwa betapa Indonesia masih menjadi Negara yang terbelakang dalam hal intelektual, dan diperparah lagi dengan rendahnya SDM. Sesungguhnya, akar dari permasalahan ini adalah karena kurang penguasaan dalam bidang pendidikan, utamanya sains dan teknologi, serta lemah dalam manajerial.

Perlu Revolusi Kurikulum
Paradigma yang berkembang di Negara kita saat ini adalah belajar untuk sekolah, bukan untuk hidup. Itulah kiranya yang menyebabkan masyarakat kita hanya pandai menghafal berbagai macam materi yang diajarkan di bangku pendidikan, tanpa pernah tau dan mau mencoba untuk mengaplikasikan dan mengembangkannya..
Sesungguhnya, IQ(Intellegent Quotient) bukanlah faktor utama penentu kualitas dan keberhasilan hidup seseorang, melainkan ditentukan oleh EQ(Emotional Quotient) dengan didukung oleh kecerdasan interpersonal dan intrapersonal. Namun, fakta yang terjadi adalah banyak sekolah yang lebih mementingkan kurikulum untuk mengembangkan kecerdasan intelektual dengan mengesampingkan kecerdasan ketrampilan peserta didiknya.
Apabila Indonesia ingin meningkatkan SDM dan daya saing generasi mudanya, agar mampu bersaing di kancah internasional, maka negara harus mengerucutkan kurikulum serta materi yang disampaikan di bangku sekolah. Selain itu, negara hendaknya menambah materi yang berhubungan dengan kecerdasan ketrampilan dan peningkatan pola pikir kritis serta analitis. Dengan begitu, peserta didik tidak hanya akan menjadi generasi yang pandai secara intelektual, namun juga terampil serta memiliki pola pikir yang empiris. Sehingga, mereka tidak hanya mampu dalam memahami suatu pelajaran, tapi juga dapat mengaplikasikannya.

Metode Pembelajaran Efektif
Permasalahan terbesar dunia pendidikan di Indonesia adalah terlalu banyak materi yang dijejalkan ke dalam benak peserta didik dan banyak dari materi tersebut yang sebenarnya tidak dibutuhkan namun masih dicantumkan dalam kurikulum pembelajaran. Sehingga, mereka tidak mampu memberdayakan potensi yang dimiliki. Sejalan dengan hal itu, metode dengar atau satu arah (pengajar menerangkan dan peserta didik mendengarkan) harus dihapus dari daftar metode pengajaran. Karena, metode ini akan menghambat peserta didik dalam mengembangkan potensi yang dimiliki. Sebaliknya, metode tersebut harus diganti dengan metode sekolah aktif, yang lebih menekankan pada pengembangan potensi serta ketrampilan peserta didik.
Sesungguhnya, metode pengajaran satu arah tidak efektif jika diterapkan dalam pendidikan. Karena, yang lebih penting adalah mendorong peserta didik untuk lebih aktif dan menggunakan potensi yang dimiliki untuk menyelesaikan setiap materi atau permasalahan yang disajikan oleh pengajar. Oleh karena itu, pola pengajaran satu arah harus dirubah dengan pola pelontaran dan penyelesaian masalah (problem posing and problem solving).
Penyajian bahan atau permasalahan, dapat diambil dari permasalahan atau kejadian yang dekat dengan kehidupan pesertas didik, untuk dapat dicari pemecahan masalahnya. Untuk itu, penciutan materi sangat diperlukan dalam hal ini, sehingga akan tersedia banyak waktu bagi peserta didik untuk mengolah dan mengembangkan potensinya.
Dengan metode ini, peserta didik akan terbiasa menyelesaikan permasalahan yang dihadapi dengan mengandalkan potensi yang dimilikinya, dan mengurangi ketergantungan pada pengajar. Satu hal yang patut kita perhatikan adalah lebih mengutamakan daya tanggap dan ketrampilan peserta didik dalam setiap proses pembelajaran.
Akhirnya, Negara ini perlu melakukan revolusi kurikulum pendidikan nasional. Karena, hal ini akan berpengaruh pada kelangsungan bangsa ini di masa depan.

*Peserta Program Sekolah Pendidikan Politik Kebangsaan di Monash Institute; aktivis HMI IAIN Walisongo Semarang

Kategori:Tulisan kader